Wednesday, June 29, 2016

Puasa Ramadhan di UK

Bulan Ramadhan tahun 2016 ini adalah kali pertamanya saya berpuasa di negerinya Ratu Elizabeth, dan kebetulan jatuhnya pas summer di sini. Tetiba saya ingin sekali menulis tentang pengalaman saya ini, tentang bagaimana rasanya, apa suka dukanya, dan bagaimana saya deal with the condition saat menjalani ramadhan di sini. Hm.. berbeda dengan di Indonesia, sudah pasti! Apa yang membedakan? Saya coba cerita sedikit yaa..


Waktu Ibadah
Kalau di Indonesia kita mempunyai waktu siang dan malam yang panjangnya hampir sama, tentu tidak dengan di UK ini. Posisi geografisnya aja udah beda, ya tentunya ada perbedaan day and night. Puasa ramadhan di UK bisa terjadi saat summer atau winter. Well, karena saya dapetnya paass banget saat musim panas, jadi waktu siangnya lebih lama dibanding waktu malamnya, which means juga waktu untuk tidak makan dan minum literally longer than waktu boleh makan dan minumnya. Hehe..
Bayangin aja ya (tapi jangan terlalu dihayati,haha) waktu imsya disini adalah jam 02.30 dini hari kemudian baru masuk waktu maghrib jam 21.30 malam. Ha?? Jam segitu baru maghrib? Seriously? Haha iya lho,, dan jam segitu itu belum gelap sama sekali. Ya baru mulai sunset aja lah, jadi masih terang juga maghribnya, tapi memang setelah maghrib itu disini cepeeet banget gelapnya. Jadi, total waktu puasa disini ya kisaran 19 jam ya. Belum berhenti sampai di situ, waktu Isya’ nya juga jadi pendek, karena hanya mulai dari jam 23.30 sampai jam 01.00 saja. Jadi memang beneran Isya dan sholat tarawihnya juga harus on time.



Suasana Ramadhan
Salah satu yang saya kangenin pas Ramadhan itu ya suasananya. Suasana pas sahur dan buka bareng keluarga di rumah, tarawih berjamaah di masjid, tadarusan bareng, hingga takbir keliling di malam idul fitrinya. Lebih-lebih lagi saya kangen suara-suara ngaji dari masjid yang biasanya terdengar sampai ke rumah, suara orang berkeliling membangunkan warga untuk sahur, dan juga suara adzan sholat lima waktu. Di sini, memang kami tidak menemukan semua itu. Selain adanya larangan untuk mengeraskan kumandang adzan, jarang banget ada masjid yang menyediakan ruang ibadah untuk muslimah (ruangan khusus perempuan terkadang hanya ada di masjid besar). Betapa saya sangat rindu dengan suasana guyub dalam rumah dan masjid yang memang kalau di Indonesia lebih terasa saat bulan ramadhan tiba. Kadang-kadang juga kangen sahur sambil ndengerin tayangan tausiah di televisi atau sekedar melihat pedagang takjil berjajar rapi di pinggir jalan sepulang bekerja dari kantor. Hal-hal semacam inilah yang pada akhirnya berhasil membuat saya merasa sangat melow ketika berada disini, hihihi..
In general, masjid-masjid disini ya cukup ramai sih terutama waktu buka puasa tarawih tiba. Hampir semua masjid menyediakan takjil dan makan besar for free untuk jamaahnya lho. Bedanya, disini takjilnya sudah sepaket dengan makanan besarnya, dan mostly jenis makanannya yang khas middle east, pakistani dan turkish cuisine. Jadi, kalau untuk suami saya -yang biasanya makan takjil kemudian sholat magrib dulu, baru diteruskan santap makan besar-, model berbuka semacam ini ya sangat-sangat mengenyangkan, karena memang tidak terbiasa, haha. Oh iya, pengajian komunitas muslim Indonesia yang biasanya dimeriahkan oleh hidangan makan besar, di bulan Ramadhan ini tetap diadakan tetapi bedanya adalah jamaah pengajian akan dibagikan takjil pada saat selesai acara. Bersyukur juga karena dengan adanya aktivitas seperti ini setidaknya mengobati rasa kangen terhadap suasana Ramadhan di Indonesia :)

takjil-ramadhan
foto menu takjil yang disediakan di salah satu masjid di Birmingham


Bagaimana caranya bisa puasa segitu lama? Ya, awalnya tuh sebelum ramadhan tiba, saya juga merasa kawatir, jangan-jangan berat puasanya apalagi summer begini, jangan-jangan susah bangun makan sahurnya, dan beberapa kekhawatiran lain. Tapi nyatanya alhamdulillah bisa juga kok, asal kita memang ikhlas menjalani karena Allah swt. Lebay aja tuh ternyata sayanya udah berpikir negatif sebelum mencoba, haha. Hanya puasa hari pertama aja yang terasa agak berat bagi saya, mungkin karena belum kebiasa berlapar-lapar 19 jam (malu-maluin sebenernya ini), tapi alhamdulillah hari kedua dan seterusnya sudah mulai terbiasa dan tidak terlalu berasa lemesnya. Jam-jam kritis lemes itu berada pada kisaran jam 17.00-18.30, nah setelah itu saya berasa lebih semangat. Jadinya, jam 19.00 itulah saya biasanya mulai menyiapkan makanan untuk buka puasa dan makan malam.


Jarak antara maghrib dan sahur yang hanya 5 jam, pada akhirnya mengajarkan saya untuk lebih disiplin dalam beribadah dan harus lebih bijak mengatur waktu. Pola tidur dan makan juga berubah, yang biasanya di Indonesia kita masih ada waktu makan yang panjang setelah buka puasa, nah selama puasa di UK tentunya porsi dan waktu makanpun mendapat perhatian lebih. Sedangkan tidur yang juga merupakan hak dari tubuh kita, akhirnya dibalik polanya, dimana setelah berbuka puasa kami di sini harus bersiap melaksanakan sholat Isya’ dan tarawih, tidak lama setelah tarawih masih ada sekitar 1 jam sebelum makan sahur, masih bisalah dipakai untuk membaca Al-Qur’an, qiyamul lail, bahkan i’tikaf. Praktis kan tidak ada jeda untuk tidur malam, kalaupun bisa tidur khawatirnya nanti bablas alias nggak makan sahur, hehe. Sebisa mungkin kami menahan rasa kantuk, dan barulah tidur dilanjutkan setelah sholat shubuh. Akan tetapi, tidur pagi juga nggak bisa terlalu lama, karena saat summer begini, jam 06.00 pagi mataharinya sudah sangat terik. Meskipun demikian, Ramadhan tahun ini yang meskipun bertepatan dengan summer, tapi qadarullah Allah swt memberikan cuaca yang memudahkan kami menjalankan puasa disini. Iya, biar dikata sedang summer tetapi selama puasa Alhamdulillah kok ya sehari-harinya mendung dan hujan, jadi summer rasa sejuk deh hehehe.

Anyway, seperti apapun kondisinya kami tetap bersyukur, karena muslim di beberapa negara seperti Finlandia dan Iceland bahkan hanya memiliki waktu maksimal 2 jam saja untuk berbuka puasa dan makan sahurnya, dan mereka sukses juga melaluinya. Ramadhan di UK terasa sangat sederhana tetapi Insha Alloh tidak kehilangan esensi ibadahnya. Memang puasa tidak sekedar menahan lapar dan haus, lebih dari itu ibadah ini merupakan bentuk pemasrahan diri kita kepada Allah, dan sejauh mana keihklasan kita menjalaninya, hanya kita dan Allah saja yang tahu. Akhir kata, segitu dulu ya sharing pengalaman saya berpuasa di Inggris, dan semoga kita dipertemukan kembali dengan Ramadhan tahun depan, semoga ibadah kita diterima oleh Allah. SWT., amin.

Juni, 2016
Salam Rindu Ramadhan dari Birmingham.


No comments:

Post a Comment